Senin, 29 Juli 2013

Berjalan di Atas Cahaya : Kisah 99 Cahaya di Langit Eropa



Judul                     : Berjalan di Atas Cahaya
Author                  : Hanum Salsabiela Rais, dkk
Genre                   : Nonfiksi/Inspirasional
Cetakan I             : Maret 2013
Cetakan II            : April 2013
Publisher             : PT Gramedia Pustaka Utama

“Sulit sekali mencari anak muda yang tertarik mewarisi seni bela diri yang sarat napas Islam ini. Kalaupun ada, pasti banyak yang mengeluh, tidak seantusias saat Twitter-an. Kalau anak kita nanti cowok, pasti kuajari silat!”
“Ada 9 jurus dasar dalam silat yang harus dihafal. Otomatis 9 ayat hafalan shalatku jadi di luar kepala. Lihat nih!”
“Sudah, Ayah…sudah! Hentikan! Aku bisa melahirkan, nih!”
Susah payah saya menghentikan tingkah polah suami saya yang sedang memamerkan kemampuan silatnya. Kedua tangan saya gunakan untuk menyanggah perut yang menyundul keluar, berusaha menyeimbangkan badan yang terkekeh sementara kaki masuk beberapa senti ke pasir pantai Costa del Sol Andalusia, Spanyol nan elok.
Sebelumnya saya mau mengucapkan terima kasih kepada kawan saya, Zuhrufi Latifah yang telah mengompori buat baca buku ini. Danke, Zuhrufi *sok pake bahasa Jerman -_-. Kalau tidak karenamu yang heboh nyuruh baca saya tidak akan mendapat kisah semenarik buku ini. Well, buku ini mengupas catatan perjalan Mbak Hanum Rais, Tutie Amaliah, dan Wardatul Ula selama perjalanan di Eropa. Benua yang mempunyai sikap dingin kepada Islam. Hubungan keduanya dipenuhi prasangka, berbeda jika kita menengok masa lalu. Siapa sangka Islam pernah berjaya dan menerangi Eropa dengan cahayanya. Hubungan Islam – Eropa lebih lengkap ada di buku “99 Cahaya di Langit Eropa”. Bisa dibuka dan dilihat coretannya Zuhrufi tentang buku tersebut di sini. Saya memang belum mengulasnya, memang dasar malas *hehehe. Padahal yang punya buku tersebut saya sendiri. Janji deh, nanti bakal saya baca lagi dan bikin review. Soalnya dulu waktu beli juga bacanya agak terburu - buru dan tidak benar – benar saya nikmati, keburu dikumpulkan untuk tugas bahasa Indonesia resensinya.
Walau tidak pernah benar – benar menginjakkan kaki di Eropa, membaca buku ini rasanya cukup untuk mengajak pikiran saya terbang ke sana. Tahu sendiri dari dulu mupeng ke Eropa :D. Menikmati peninggalan Islam yang –mungkin- tak banyak yang tahu. Bagaimana masjid berubah fungsi menjadi gereja, atau sebaliknya, dan tetap mempertahankan arsitektur asli. Pasti heran rasanya melihat gereja dengan ukiran lafadz Allah dan Muhammad. Yang lebih parah, masjid hampir saja berubah fungsi menjadi bengkel. Tidak terbayang bagaimana rumah Allah akan kotor oleh cipratan oli dan bau bengkel. Sebagian kisah sepertinya pernah saya tonton di televisi ramadhan tahun kemarin. Karena Mbak Hanum sendiri memang sebagian kisah dibuat waktu bertugas meliput tentang Islam di Eropa.
Semakin dalam saya membaca semakin menarik. Bagaimana sosok Indonesia di mata orang Eropa? “Indonesia yang punya Bali dan pernah diteror terorisme itu?” . Begitulah pandangan orang sana tentang nama Indonesia. Agak tercubit rasanya mengetahui Negara kita terkenal akan bom. Hidup sebagai seorang muslim di Eropa memang agak susah. Apalagi jika berjilbab. Seakan orang berjilbab langsung dimasukkan kotak “NOT RECOMMENDED” dalam berkas aplikasi awal melamar pekerjaan. Perusahaan yang masih mempermasalahkan penggunaan jilbab pasti perusahaan yang tidak kredibel. Penilaian seseorang itu berdasarkan performa kerja, bukan kedekatan atau penampakan saja. Saya memang agak sedikit sensitif jika membahas masalah jilbab dan penggunaannya dalam pekerjaan. So What? Any problems with yourself If I wear this? Memang sangat disayangkan ketika perempuan berjilbab –apalagi bercadar- harus melewati pemeriksaan yang lebih ketat, lebih lama, lebih rumit, diinterogasi lebih lama dengan petugas berwajah kereng dan terkesan dipersulit dibanding yang lain ketika tiba di airport hanya karena sehelai kain penutup tempurung kepala ini. Oh God, haruskah mereka yang berjilbab menempelkan kertas di dahi mereka bertuliskan besar – besar “I’m not terrorist”? Dari Nur Dann, seorang rapper berjilbab di Wina, Austria, “Jilbab itu ya kayak kalian pakai topi rap dimiringkan. Bisa nyaman kalau pakai itu saat nge-rap. Saya bilang, kalau pakai jilbab, saya baru bisa merasa nyaman.” Agak sebal juga dengan sebagian opini tentang jilbab sebagai simbol kekolotan muslimah, ekslusivitas, rigid, tidak maju, atau tertolak masyarakat Eropa. Apalagi jika opini itu berasal dari saudara sesama muslim. Tidakkah mereka tahu bahwa berhijab itu “WAJIB” untuk perempuan muslim, dan bukan anjuran. Al quran sudah menjelaskannya kok. #agak emosi -_- . Saya memang harus banyak belajar untuk menjadi agen muslim yang baik. Tidak dengan marah – marah atau emosi, tapi dengan cinta dan kasih sayang. Pembuktian bagaimana wajah Islam sebenarnya yang penuh rahmatan lil alamin ini.Saya mengatakan itu semua bukan karena saya muslim dan -kebetulan- berhijab. Sebelum memutuskan menutup aurat, saya sudah kagum dengan putusan hidup mereka yang membungkus tubuhnya dengan pakaian longgar dan jilbab panjang, apalagi mereka yang bercadar. Walaupun saya tidak bisa seperti mereka. Bagi saya, yang penting saya nyaman dengan yang saya kenakan, tidak transparan, tidak ketat. Saya punya cara sendiri untuk mengatakan kebenaran kalamNya. Tidak bisa dipaksa untuk harus memakai rok dan “haram” memakai celana ketika keluar rumah. Semua sudah saya renungkan berdasarkan ayat yang saya pahami.
Ada orang Eropa yang merasa tentram karena suara adzan. Sylvia, perempuan berkebangsaan Spanyol –non muslim-, bahkan pernah sampai 10 bulan mendalami pencak silat di Minangkabau yang sarat akan napas Islam. “Tinggal berbulan – bulan di ranah Minang mempelajari pencak silat menggeser pengertianku akan Islam yang majemuk. Aku tahu banyak orang Muslim yang baik. Awalnya azan pukul 5 pagi sangat mengganggu bagi Sylvia. Di Wina saja, orang akan protes jika lonceng gereja dibunyikan terlalu nyaring, padahal itu pukul tujuh pagi. Lama – lama aku menikmatinya. Azan berbeda dengan bel, lantunannya menyejukkan.” Banyak persepsi orang Eropa yang salah kaprah tentang Islam. Namun cukup banyak yang kagum dan diam – diam memeluknya. Masih sangat sulit untuk terang – terangan berikrar bahwa dirinya muslim. Akan ada banyak penolakan untuknya. Banyak orang Eropa yang kagum karena mengetahui sendiri bagaimana ajaran Islam sebenarnya. Banyak juga mereka yang notabene non muslim, tapi sangat open kepada muslim. Opini buruk tentang Islam perlahan akan luntur seiring banyaknya muslim yang menjadi agen mus;lim yang baik. Memang, tak hanya dengan muslim kita bersaudara. Kita juga bersaudara dengan mereka yang tak seiman dengan kita. Tak jarang, merekalah yang dikirim Allah SWT untuk membantu mempermudah titian jalan kita.
Andai semua orang Eropa yang antipasti Islam itu tahu dan sadar bahwa Islam dulu pernah memeluk mereka dalam cahaya yang damai, dahulu. Tapi, gambaran muslim menakutkan memang sudah tercetak dan menjadi makanan sehari – hari bagi Eropa. Yang saya sedihkan, sebagian saudara muslim juga belum berhasil menjadi agen muslim yang baik. Seharusnya kita bisa menunjukkan bahwa kita punya cara damai, bukan berteriak jihad tapi malah merusak tak tentu arah. Kadang – kadang malah salah bidik. Tidak enak sekali mendengar Islam diplesetkan menjadi His-slam (pukulannya).

“Dan Allah menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan, dan Dia mengampuni kamu, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hadid:28)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar