Selasa, 02 Desember 2014

Flashfiction : Yogyakarta dan Kita



Sore senja di sudut jogja,
terucap doa kau tahu isi hati ini.
Dan bila itu tak terungkap,
tetap kunikmati rasa jatuh cinta sendiri.
Tak mampu kuungkap segalanya.
–Kata Hati-
By : Nadya Fatira

Jogja masih sama. Tidak berubah, meski tetap berbenah. Rasa ini juga masih sama. Tidak berubah, meski usia bertambah. Empat tahun lalu di sebuah sudut kota, kita sering berbicara tanpa kata – kata...

Malioboro. Sebuah jalan panjang. Menjadi sasaran bidikan kamera kita pada beberapa sudutnya.  Menjadi saksi langkah tergesa kita menuju Stasiun Tugu, mengejar kereta yang hendak berangkat. Dan turut menjadi saksi wajah bingungmu ketika memutuskan akan mengisi perut di mana, atau ingin membelikan sesuatu untukku. Dompet? Tas? Souvenir? Kaos? Batik? Aku bilang tidak perlu. Kamu pasti lupa kalau aku tidak suka hal semacam itu. Kamu pasti lupa kalau aku adalah orang yang cukup jeli dalam hal keuangan.

Setelah itu masing – masing dari kita pergi. Menapaki jalan hidup masing – masing. Tanpa sempat memberi kesempatan hati bicara.

Katamu cinta itu tidak jelas. Tapi menurutku cinta itu harus tegas.

Senja ini di sebuah sudut Kota Yogyakarta kita berjumpa. Seperti terakhir kali bertemu empat tahun lalu. Kita masih berbicara tanpa kata – kata. Hanya saja kali ini kamu setuju jika cinta itu harus tegas. Untuk itu lah kamu membawa sebuah permintaan indah. Dan aku hanya bisa mengangguk dengan tatapan berkaca – kaca tak percaya.