Sabtu, 07 September 2013

From Surabaya To Surakarta



Dalam menjalani hidup kadang kita bertemu dengan suatu hal bernama kerelaan untuk melepas. Ya... You know lah... What I mean. Tapi saya tidak pernah menyesali apa yang sudah digariskan-Nya untuk saya. Memang berat untuk berdamai dengan diri sendiri. Tapi sejauh ini alhamdulillah masih bisa diusahakan dan dilakukan. Bersyukur adalah cara yang paling mujarab untuk berdamai dengan diri sendiri. Bukankah nikmat-Nya akan bertambah ketika kita bersyukur? Jadi ingat lagunya Bondan Prakoso deh... “...Ketika mimpimu yang begitu indah tak pernah terwujud. Ya sudahlah... “ . Everything will be okay kok. Seseorang pernah berkata kepada saya, “Bersyukur terhadap apa yang sudah kamu capai. Selalu dan selalu bersyukur. Selalu berprasangka baik kepada siapa pun. Yang terpenting jangan merasa rendah diri seakan sudah tidak ada harapan. Percaya bahwa sebenarnya kegagalan ini adalah tabungan keberhasilan yang akan diambil pada waktu yang tepat nanti”. Terimakasih kakak atas petuahnya :D .
Masih ingat postingan yang ini? Ya, saya sangat amat ingin menjadi seorang dokter. Meski tidak terlalu berambisi untuk mendapatkannya. Hanya mengikuti passion dan kata hati. Karena bahagia itu sederhana.
Salah satunya adalah melihat orang lain bahagia. Putaran waktu mendewasakan dan mengubah paradigma berpikir. Dulu sempat ada sebuah pertanyaan besar mengusik, “ Kamu ingin jadi dokter apa ingin membantu mereka yang membutuhkan?” . Dan saya sadar, untuk membantu mereka yang membutuhkan tidak harus menjadi dokter. Apa pun takdir yang anda pegang, pasti ada jalan untuk membantu mereka yang membutuhkan. Yang tetap tidak bisa saya ubah adalah saya memang ingin bergerak dalam bidang medis. Ada banyak hal yang menjadi pertimbangan untuk itu seperti yang sudah saya tuangkan dalam postingan yang lalu. And then... saya sedikit mengubah haluan dari seorang dokter menjadi profesi yang Insya Allah akan saya jalankan nanti dan sekarang sedang saya tempuh pendidikannya. Siapa tahu anak saya yang akan menjadi seorang dokter meneruskan cita – cita ibunya. Atau siapa tahu saya di sini berkenalan dan mendapat pendamping hidup seorang dokter #plak. Hhaha. Becanda kok... :D
Di akhir masa SMA saya sudah yakin dengan keputusan ini. Dan saya sangat “mengincar” kota pahlawan sebagai pelabuhan awal saya. Hehehe. Lebih runcingnya di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Program Studi Pendidikan Bidan. Di Indonesia yang punya S1 Pendidikan Bidan juga masih sangat sedikit, hanya ada di dua tempat, Unair dan UB Malang. Kalau UB saya memang tidak pernah mencoba untuk memasukinya, pengen di Surabaya saja biar pulangnya mudah dan langsung turun depan rumah. Hehehe. Dari perjuangan pertama bernama SNMPTN sampai SBMPTN saya keukeuh mengambil itu. Namun Tuhan punya rencana lain untuk saya. Setelah SNMPTN gagal dan itu rasanya nyesek banget T_T , saya tetap ngotot mengambil itu di SBMPTN. Biarin deh SNMPTN undian, eh,, undangan -_- itu memang bukan rezeki saya. Kuotanya juga bikin sesak napas -_- . Allah memang lebih menyukai perjuangan untuk mendapatkan sesuatu. Tiap hari nekat tambahan berjam-jam dari pagi sampai malam di Neutron Yogyakarta cabang Kediri 1 (Jalan Hasanuddin)dengan salah satu teman seperjuangan saya, Lailis Saadah. Tidak bisa menggantungkan nasib pada SBMPTN saja saya mencoba PTN-PTN lain. Dan ternyata Allah menghadiahkan tempat di mana saya berpijak sekarang, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Program Studi Kebidanan. Bisa dikatakan agak kalap sih waktu ngerjain soal tes masuk waktu itu. Hhaha. Agak gemes karena mungkin SNMPTN yang diharapkan tidak nyantol di tempat yang saya inginkan. SBMPTN juga soal tesnya mematikan jika tidak berhati – hati. Jadi sewaktu tes di sini, jika diibaratkan sedang makan, saya makannya pakai cara langsung telan bulat - bulat tanpa dikunyah dan masuk kategori rakus banget. Terlebih untuk soal Biologi, rasanya waktu ngerjakan nggak sempat bernapas sama sekali. Hahaha. Sebelumnya pernah mengerjakan soal serupa itu sih, jadi saya tidak akan menyia – nyiakan kesempatan ini. Hehehe. Satu detik akan sangat berharga di saat seperti ini. Kalau Fisika mah tetap saja, saya bengong dan kepengen nyobek – nyobek itu soal Fisika. Hehehe. Tahu deh, payah banget kalau ketemu Fisika -_- .
Yah, benar – benar semacam melepas cinta pertama yang indah dan sangat diharapkan dari dulu. Dalam laptop saya sudah banyak sekali video, foto, pokok semua tentang yang di Surabaya itu. Sudah tanya – tanya dan kenalan sama mahasiswa sana yang diharapkan akan menjadi kakak tingkat nantinya. Dan tampaknya saya tahu kenapa Allah mengirim saya ke sini. Saya lupa mengganti coretan doa di dinding kamar saya bertahun yang lalu. Itu tulisannya yang paling atas berbunyi “DITERIMA di FK UNS. Amin”, kurang bodoh apa coba?? -_- . Yang Unair malah berbunyi “DITERIMA di FKM/FKP UNAIR. Amin”. Jadi tidak salah jika Tuhan mengabulkan coretan saya yang atas sendiri itu. Hehehe. Itu tulisan memang sudah lama dibuatnya, ketika saya masih sangat ingin menjadi dokter dulu. Kembali ingat ayat yang berbunyi, “So, Which of bounties of your Lord will you deny? fabiayyi ala i rabbikuma tukadziban?” . Ayat itu adalah senjata ampuh untuk berdamai dengan kecamuk dalam diri ketika apa yang kita inginkan tidak/belum tercapai. Siapa tahu tiga tahun lagi saya  bisa melanjutkan pendidikan di sana dan kembali ke pelukan cinta pertama saya yang indah di Surabaya :) . Yang pasti saya sangat bersyukur terhadap apa pun yang saya terima di sini. Dan saya juga mulai mencintai tempat ini :) .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar