Selasa, 17 Juli 2012

Pengabdian = Memberi ….???


-->
Cling… :D
Akhirnya hasrat menulis saya menguar kembali. Setelah status quo blog ini, Alhamdulillah jemari saya ingin menari di atas keyboard laptop lagi. Inspirasi saya dapat setelah membaca buku “Indonesia Mengajar”. Belum selesai sih…masih sampai tengah – tengah, tapi daripada saya tunda malah nanti hilang si inspirasi itu. Yah…kegiatan membaca memang akan lebih bermakna ketika dibarengi dengan kegiatan menulis.

Buku ini adalah kumpulan kisah para pengajar muda yang ditempatkan di pelosok Indonesia. Agak terharu juga membaca kisah mereka, penuh keterbatasan. Yang peling terlihat tentu adalah “pengabdian”. Tapi kali ini saya tidak akan membahas buku itu. Hm…berbicara mengenai pengabdian….



Yaps, sudah kelas 12. Kelas akhir untuk menutup perjalanan sebagai siswa. Setelah itu berganti posisi menjadi “maha”-nya siswa. Hahaha :D. Kelas 12 adalah waktu mumet-mumetnya (Jawa: pusing) mikir akan ke mana setelah ini. Banyak yang menganggapnya sesuatu yang biasa saja, banyak pula yang serius. Saya mungkin termasuk di golongan yang kedua itu. Parno juga malah. -_-. Terus hubungannya pengabdian sama nerusin kuliah apa ya….?
Well, saya sebenarnya sudah ada plan tentang rencana menuju masa depan itu. Pengennya nanti ilmu yang saya pelajari benar-benar berguna. Bukan berarti ilmu yang tidak saya pelajari tidak berguna. Lagipula proses mencari ilmu itu tidak terbatas di kelas atau pada waktu sekolah saja, kan?
 Lebih meruncing lagi, entah mengapa saya ingin ambil kesehatan. Dokter. Itu pikiran saya agar saya bisa membantu mereka yang memang benar – benar butuh. Sebagian pasti berpikir itu adalah motivasi yang basi. Jadi dokter ya pastinya biar kaya atau karena gengsinya tinggi. Mungkin begitu ya pikiran orang lain. Saya manusia biasa, mungkin ada juga sedikit pemikiran seperti itu. Allah lebih tahu isi hati saya yang pasti. Semoga tidak ada pengkhianatan seperti itu dalam diri saya.
Motivasi menjadi seorang dokter sangat saya rasakan begitu besar. Keinginan yang kuat untuk “memberi” dan menyentuh mereka secara langsung. Haru sangat menyeruak dada ketika saya membayangkan bisa sedikit saja melakukan sesuatu untuk mereka di sana. Bukan semata demi materi. Lagipula menjadi dokter itu tidak akan mengubah seseorang menjadi kaya. Kebanyakan dokter kaya memang udah dari sononya. Hehehe. Kalau pun bukan berasal dari keluarga kaya, kekayaan mereka adalah hasil dari usaha lain mereka. Malah saya pernah baca tulisan salah satu mahasiswa Fakultas Kedokteran katanya kalau ingin kaya mending jangan ambil kedokteran, ambil akutansi saja yang lebih menjanjikan banyak uang. Saya tidak tahu benar apa tidaknya, itu hanya pendapat manusia yang notabene gudangnya kesalahan.
Saya juga sangat sadar persaingan untuk mendapat 1 kursi FK bisa 1:200. Berarti saya harus mengalahkan 200 orang untuk mendapat 1 kursi. Perjuangan baru saja dimulai ketika kita mendapat 1 kursi. Pertama, harus mengikuti kuliah kedokteran umum minimal 3,5 tahun. Setelah lulus gelar kita adalah S.Ked, sarjana kedokteran. Dengan gelar itu kita belum boleh menyentuh pasien, harus ikut Pendidikan Profesi Dokter Umum (Koass) minimal 2 tahun. Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI) sudah menunggu. Semacam ujian akhir untuk mendapat gelar dr. Dengar – dengar soalnya lumayan juga. Jika sudah lulus UKDI, saatnya mengucap Sumpah Dokter. Dan resmilah anda sebagai dokter umum, tapi tetap belum bisa buka praktek sendiri. Ada internship yang harus ditempuh. Internship dilalui selama 1 tahun. Terdiri dari 8 bulan Rumah Sakit, dan 4 bulan di Puskesmas. Sebenarnya masih ada tahap lain yang harus dilewati, namun yang pokok ya itu tadi. Profesi dokter itu harus benar – benar ikhlas, Karena dokter, adalah pekerjaan mulia yang memang bertujuan untuk memperbaiki kesehatan bangsa. Otak encer saja tidak cukup, butuh keikhlasan yang nyata. Begitu menurut salah seorang mahasiswa kedokteran.
Nah, setelah panjang lebar bercerita tentang kuliah kedokteran, yang masih saya bingung adalah akankah saya tetap mengobarkan api semangat ini atau pelan – pelan memadamkannya? Bukan berarti tidak menghargai mimpi dan membuangnya, hanya mencoba merasionalkannya saja. Toh,untuk membantu mereka yang menderita tidak harus menjadi seorang dokter, right? :-)

3 komentar:

  1. saya suka tulisan Anda, Va... Keep writing, oka????

    BalasHapus
  2. oka2... thanks 4 U'r attention mbak zuh... :). So do I,.sy jg suka tulisan anda :)

    BalasHapus
  3. What's your reason for deleting my comment?

    BalasHapus