Rabu, 11 Mei 2016

Flashfiction : Hari Ini 11 Mei

Kepada kamu yang kusembunyikan selama ini, sosokmu masih saja sukar ditangkap oleh neuron-neuron pada retina untuk diproses melalui nervus optikus.

Hari ini 11 Mei...
Do you still remember?
Baiklah, karena kamu adalah seorang yang cukup pelupa pada hal-hal sederhana, aku akan mengingatkan. Tepat tujuh tahun yang lalu kamu bertemu seorang perempuan pendiam. Kali ini, bukan tentang perempuan pendiam dan laki – laki yang tak peka. Laki – laki tak peka yang bisa – bisanya tertawa saat jiwaku merintih. Yang terus melangkah saat aku kelelahan dan tertinggal jauh di belakang. Mungkin laki – laki memang harus lebih merasa. Sebab perempuan tak bisa dipaksa bersuara.

Setiap kali kalenderku sampai kepada bilangan sebelas pada bulan kelima, seperti sudah di-setting daerah asosiasi cerebrum otakku segera mencari rekaman sebuah pertemuan. Menayangkannya dan memaksaku kembali ke masa itu. Kita bertemu untuk pertama kalinya. Tanpa sengaja. Tanpa rencana. Dan aku masih mengingatnya. Tak akan pernah lupa. Dan rangkaian pertemuan – pertemuan tanpa sengaja setelahnya. Kamu tetap saja bukan “dia” yang ideal bagiku, yang bertakwa di jalan-Nya, atau yang membuatku jatuh hati. Aku pastikan bukan itu.

Lalu, bagaimana cara-Nya membalikkan rasa yang katanya tak punya logika?

Sebagian dari kita hanya dipertemukan tanpa pernah disatukan. Cobalah kita hitung berapa ratus kata “pamit” dan “pergi” terucap dan terhapus. Cobalah kita hitung berapa ratus kali aku berlari. Dan kemudian mendapati sosok yang sama berkali – kali. It’s always been you. Entah bagaimana cara-Nya merawat rasa ini di saat rasa yang lain mati tak terselamatkan.

Aku bukannya tidak mencintaimu. Hanya saja aku belum siap untuk itu. Karena mengungkapkannya mengandung tanggung jawab yang sangat besar. Bersamanya ada sebuah janji untuk menjaga, merawat, dan menumbuhkan orang yang kita cinta menuju derajat kehidupan yang lebih tinggi di hadapan-Nya.

Entah berapa puluh purnama lagi yang harus dilewati sendiri demi merayakan cinta dengan cara paling mulia. Kamu yang masih bertahan dengan ketidakpercayaan pada kemampuan. Masih saja melakukan penghinaan pada Tuhan. Menghina Tuhan tidak harus dengan membakar kitab-kitabNya. Takut miskin dan tidak bisa makan termasuk ke dalam penghinaan kepadaNya juga. Dan aku yang masih saja dalam kebimbangan dengan menakar jeda-aksara di antara kita.
Berdoalah, semoga semesta mempertemukan kita kembali tanpa sengaja dan tanpa rencana. Untuk kemudian berkata, “Karena untuk pertarungan kali ini, kami tidak akan berjalan sendiri.”

                                                                                                -Surakarta, 11 Mei 2016-

2 komentar: