“Maukah kamu menjadi saksi perubahan hidupku?”
“Aku mau, sampai kapanpun...”
*adegan bersih – bersih blog
sambil bersin – bersin (you know that... saya alergi debu -_-). Alhamdulillah,
setelah sekian lama status quo blog ini, akhirnya saya tergerak untuk
membukanya lagi. Hhehe. Kalender terakhir saya memposting sesuatu adalah Bulan
April ya :).
Yyaaa... saya tidak menyangka kalau ternyata setelah April itu benar – benar
sesuatu...... rempong cin.... -_- . Deretan kegiatan udah seperti hujan saja,
dan seperti biasa saya sempat “tumbang” beberapa kali (you know that...sistem
imun sekunder saya tidak berkembang dengan baik sejak saya kecil -_-). Oke,
stop berbicara tentang kesibukan, itu sudah kewajiban dan tidak akan berhenti
mengejar saya. Nanti saya akan cerita tentang sesuatu bernama kesibukan itu.
Nah, kemarin saya baru saja
menonton sebuah film. Judulnya Hijrah Cinta. Kenapa saya tertarik menonton film
ini tak lain tak bukan adalah karena iming – iming Zuhrufi. Tapi bukan karena
pemeran utamanya Alfie Alfandy yang suaranya keren dan mirip alm. Uje lo (kalau
ini mah alasannya Zuhrufi buat nonton :p). Cerita berawal dari Uje muda (Alfie
Alfandy), seorang artis yang gaya hidupnya jauh dari ridha-Nya. Hidupnya tidak lepas
dari dunia malam. Pergaulan bebas penuh hura-hura menyeretnya
pada seorang bandar, Yosi (Ananda Omesh), yang memperkenalkannya pada
barang-barang haram. Sejak pertemuannya dengan seorang model
cantik bernama Pipik (Revalina S Temat), dia berjanji akan berubah dan bahkan
meminta Pipik untuk menjadi saksi perubahan hidupnya. Namun setelah menikah,
ternyata Jefri tetap tidak bisa move on dari barang haram itu. Di sini peran
Pipik sebagai seorang istri diuji. Berkat kesabaran dan cintanya, perlahan
Jefri mulai berhijrah seperti ikrar yang diucapkannya kepada Pipik. Perjalanan
hijrah memang tidak mudah. Butuh waktu untuk membuat orang percaya bahwa dia
benar – benar berubah dan tidak akan kembali ke masa lalunya. Permintaan
kakaknya untuk mengisi ceramah di sebuah masjid menjadi salah satu titik balik
perjalanan hidup. Karirnya sebagai seorang ustadz terus menanjak naik sehingga
dia mulai dikenal masyarakat. Hingga sebuah kecelakaan menjadi jalan petemuan
dengan-Nya.
Sebagai sebuah film biopik, overall film ini cukup bagus,
saya beri rekomendasi untuk menontonnya :D.
Saya sempat meneteskan air mata sewaktu adegan khotbah shalat Jumat. Saya
semakin sadar bahwa memang kita sebagai manusia tidak punya cukup tabungan
menuju surga. Kita hanya punya cukup tabungan untuk menuju neraka.
(Surah An-Nisa' 4: Ayat ke 100)
Hahaha beneran eh alasanku emang itu :D
BalasHapus