Jumat, 29 Maret 2013

Habibi Telah Pergi

         Perasaan saya sedang tidak baik hari ini. Dan seperti yang sudah-sudah jika saya kepikiran sesuatu pasti akan berimbas pada kesehatan saya. Psikosomatis saya pasti bereaksi dan yang diserang pasti perut, karena kebetulan saya mempunyai maag. Hari saya sedang sedih. :( . Berawal dari Rabu (13/3) kemarin saya menemukan dua ekor burung di dekat lapangan belakang sekolah. Bukan menemukan sih sebenarnya, tapi diberitahu oleh Ivan yang sebelumnya latihan nasyid dengan teman-teman yang lain di kantin belakang. Setelah diberitahu bahwa ada dua ekor burung yang jatuh dari sarangnya saya bergegas ke tempat yang dimaksud. Ternyata sarangnya sudah dikerubuti semut dan anak-anak burung di dalamnya juga sudah mati. Tak jauh dari sarang yang jatuh itu ternyata ada dua ekor yang selamat. Dua anak burung itu saya tempatkan pada sebuah kotak dan saya beri koran dan tisu agar tidak kedinginan. Saya sudah berniat akan merawatnya sampai kuat untuk terbang. Awalnya saya memberi nama mereka Ivan dan Indri *hhehe. Sorry Bro n Sis :D. Teman-teman di asrama memberi nama Habibi dan Romlah. Salah satu teman juga sempat memberi nama Kikik dan Kukuk. Mereka berdua tumbuh sehat dan lucu. Jika lapar mereka selalu membuka mulut lebar-lebar. Habibi malah sudah bisa sedikit terbang. Romlah ternyata salah satu kakinya tidak berfungsi, jadi dia tidak banyak bergerak seperti Habibi.

Hari Sabtu saatnya saya harus pulang ke rumah. Dan tentu saya membawa mereka berdua. Saya sempat mampir ke rumah nenek dan kakek saya karena hujan lebat disertai angin dalam perjalanan pulang. Di rumah kakek dan nenek itu saya sempat bergelut dengan kucing karena Habibi dan Romlah akan diterkam. Alhamdulillah saya berhasil mencegahnya. Sampai di rumah saya lebih berhati-hati karena ada dua ekor kucing di sini yang siap menerkam sewaktu-waktu. Kata ibu mereka adalah burung emprit (entah apa nama Indonesianya). Menurut ibuk juga Hari Jumat dan Sabtu itu saatnya mereka bisa terbang. Sebab ibu sering memperhatikan burung-burung seperti itu di pohon mangga depan rumah. Sabtu sore setelah saya beri makan dan minum mereka tidur nyenyak sampai besok. Minggu pagi saya takziah ke guru saya, Pak Yahya. Saya meninggalkan mereka dalam keadaan belum makan. Sampai siang saya baru pulang. Kata adik dia sempat memberi makan, tapi tinggal satu ekor. Saya langsung masuk kamar dan mencari yang satunya. Akhirnya saya menemukan Habibi di kolong tempat tidur dalam keadaan lemas dan tubuhnya dingin. Saya beri dia minum, tapi dia malah menggelepar dan tidak bergerak lagi. Kaku. Habibi mati di tangan saya. Saya sedih sekali. Merasa bersalah mengapa tidak cepat-cepat pulang tadi. Ini semua salah saya :( . Ingatan-ingatan masa kecil seperti ini menyeruak. Iva kecil paling tidak bisa melihat binatang mati. Pasti nangis. Kalau ada binatang terlantar pasti dibawa pulang. Tangis tak bisa dibendung. Kemungkinan Habibi keluar dari tempatnya dan dia kedinginan di lantai sehingga akhirnya mati seperti ini.
Sekarang Romlah sendiri. Sekarang Kikik sendiri. Tidak ada yang menariknya untuk belajar terbang lagi. Tidak ada kawan bermain. Tidak ada lagi yang mematuki paruhnya. Saya janji akan merawatnya. Sampai dia benar-benar bisa terbang. Mungkin memang sudah waktunya Habibi pergi. Mungkin memang itu yang terbaik menurutNya. Terima kasih Allah, telah mengizinkan saya merawatnya beberapa hari ini. Maafkan saya yang tidak becus dalam merawat makhlukMu ini. Selamat jalan Bi, salam buat Pak Yahya di sana.
ini mereka.... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar