Rabu, 19 Februari 2014

Sedikit Cerita Erupsi Kelud

Yaa... trending topic belakangan ini adalah Kediri, Jawa Timur, dengan Gunung Keludnya. Yyeee... Kediri ratingnya naik Bro... #plak. Saya tidak akan berbicara tentang karakteristik Gunung Kelud, statusnya, atau apa pun lah tentang kondisi Kelud yang membuat kalut itu. Sedikit mengulas malam itu, 13 Februari 2014, malam palentin (katanya) *lha terus apa hubungannya? Mau palentinan atau nggak, emang gue pikirin? -_- . Noh, tidak hanya coklat, tapi dapat lautan abu, pasir, kerikil, sampai batu dari Gunung Kelud ditambah lelehan lahar plus kembang api gratis buat palentinan -_- .

Siangnya sebelum meletus, teman satu kos saya, Yunita, dari Kediri juga (mayoritas penghuni kos memang orang Kediri) sempat membuat heboh
dengan berteriak kalau Kelud sudah meletus dari pesan yang masuk di ponselnya. Langsung saya mengirim sms kepada ibu yang di Kediri dan bertanya apa Kelud sudah meletus. Lalu jawaban saya terima, “jeg ngeden”, (masih mengejan-red) *gek yo opo enek -_- .  Karena saya mungkin sudah masuk ke dalam golongan makhluk nokturnal seperti kelelawar, jadilah malam itu saya belum tidur juga sampai kira – kira hampir pukul 23.00 WIB. Sebenarnya saya sudah sempat tertidur beberapa detik di samping laptop yang masih menyala. Lalu terbangun karena bunyi nyaring ponsel yang menandakan sebuah pesan masuk. Dari adik saya, isinya “kelud mbledos” *gek yo opo – opoan arek iki. Ngasih kabar sebuah gunung meletus seperti ngasih kabar kucing kami beranak -_- . Saya saja yang membaca pesan itu tidak panik sedikit pun, dan memasang tampang datar. Benar – benar tidak ekspresif anak ini, payah -_- .

Ya karena saya pikir memang sudah waktunya meletus setelah 2007 lalu gagal meletus sempurna dan malah mempunyai anak yang menyumbat kawahnya. Hebat sekali Kelud ini, kehamilannya mencapai kurang lebih tujuh tahun. Tergolong partus serotinus ini (kehamilan lebih dari 40 minggu). Ckckckck. *efek belajar obstetri dan askeb serta sering mendengarkan dokter pengampu obstetri dan dosen pengampu askeb -_- . Tak lama setelah itu saya merasakan dan mendengar beberapa ledakan beruntun yang sanggup menggetarkan kaca jendela kamar saya. Saya langsung keluar kamar dan mencium bau menyengat seperti bau parit, entah bau belerang atau apa lah itu. Ternyata beberapa mbak penghuni kos di lantai dua masih terjaga. Tentu saja kami langsung berdiskusi (lebih tepatnya menebak – nebak dan sok tahu tentang apa yang sudah terjadi). Gara – gara mbak Lena, salah satu mbak kos saya, dia mendapat sms dari pacarnya kalau ledakan itu berasal dari sebuah bom yang meledak di Kartasura. Dan kami semua mempercayai itu. Saya sampai mengabari orang rumah kalau di sini juga ada bom teroris #GagalPaham -_______- . Baru percaya kalau ledakan itu berasal dari Kelud setelah membuka facebook Kota Solo dan melihat berita di TV. Awalnya sempat tidak percaya karena jarak Kediri – Solo hampir 100 km. Masa iya ledakan dan bau belerangnya sampai Solo. Perlu sepersekian detik untuk mulai panik dan rempong menghubungi orang rumah. Waktu bicara dengan ibu di telepon, suaranya tidak jelas dan berisik sekali. Antara suara orang teriak – teriak tidak jelas dan suara batu yang berjatuhan di atap. Jarak rumah dengan Gunung Kelud memang lumayan dekat, sekitar 20 km. Terus memantau facebook, TV, ponsel,  dan saling melempar komentar dengan teman – teman di berbagai belahan dunia :o . Ternyata Yogyakarta juga mendengar ledakan yang sama. Sampai kira – kira pukul 02.00 WIB saya masih belum tidur karena khawatir dengan keluarga di Kediri.

Besok paginya, agak melongo karena suara nyaring Kyky, teman kos yang dari Kediri juga, mengatakan kalau hujan abu. Lha ini beneran abu dari Kelud? Jauh amat sampai sini. Jangan – jangan dari Merapi seperti kemarin. Dan ternyata benar, halaman kos penuh tertutup salju abu dan masih terlihat rintiknya yang lebat. Langsung mikir, kalau di sini seperti ini, bagaimana Kediri???? ;( . Hari itu sontak Kelud dan Kediri langsung menjadi sorotan nasional. UNS dan UGM sampai libur karena hujan abu cukup deras. Beberapa jadwal saya hari itu juga terpaksa gagal terlaksana. Hari itu hanya memakai masker dan menonton TV memantau keadaan Kediri. Jadi pengen pulang ;( . Tapi alhamdulillah, kabar dari keluarga mereka tidak sampai mengungsi walau keadaan rumah sangat amburadul.

Yang membuat saya sedikit terhibur adalah mulai malam itu (13 Februari 2014) sampai beberapa hari kemudian ponsel saya banyak sekali pesan masuk yang menanyakan keadaan keluarga saya. Mulai dari kakak tingkat, teman – teman satu angkatan, teman – teman dari HIMADAN FK UNS, teman – teman dari BEM Fakultas Kedokteran UNS (sampai jadi jarkom kabinet katanya, untuk mensupport saya). Ternyata banyak yang ingat kalau saya berasal dari Kediri. Hhehehe. Terimakasih semuanya, semoga Allah membalas dengan kebaikan yang lebih dari ini semua. Teman – teman BEM FK UNS juga sempat turun ke jalan untuk bagi – bagi masker gratis sambil menggalang dana untuk bencana ini. Uang hasil penggalangan dana yang cukup lumayan itu dititipkan ke PMPA (Perkumpulan Mahasiswa Pecinta Alam) Vagus FK UNS untuk disalurkan secara langsung ke lokasi pengungsian bersamaan dengan tim bantuan medis mereka.

Ya, semoga ini memang kehendak dari-Nya yang kemudian nanti akan membawa berkah dan tidak membuat derita yang berkepanjangan. Aamiin J

“Pada hari bumi dan gunung – gunung bergoncangan, dan menjadilah gunung – gunung itu tumpukan – tumpukan pasir yang beterbangan” (Al Muzzammil : 14)

“Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana)  yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran)” (Al A’raaf : 168)

2 komentar:

  1. huhu :'(
    rumahku ambruk tau mbak

    BalasHapus
  2. iya to Nduk? :o . sabar ya... smg nti dganti dg yg lbih baik dr Allah. aamiin...

    BalasHapus