Yaa... trending topic belakangan
ini adalah Kediri, Jawa Timur, dengan Gunung Keludnya. Yyeee... Kediri
ratingnya naik Bro... #plak. Saya tidak akan berbicara tentang karakteristik Gunung
Kelud, statusnya, atau apa pun lah tentang kondisi Kelud yang membuat kalut
itu. Sedikit mengulas malam itu, 13 Februari 2014, malam palentin (katanya) *lha
terus apa hubungannya? Mau palentinan atau nggak, emang gue pikirin? -_- . Noh,
tidak hanya coklat, tapi dapat lautan abu, pasir, kerikil, sampai batu dari
Gunung Kelud ditambah lelehan lahar plus kembang api gratis buat palentinan -_-
.
Siangnya sebelum meletus, teman
satu kos saya, Yunita, dari Kediri juga (mayoritas penghuni kos memang orang
Kediri) sempat membuat heboh
dengan berteriak kalau Kelud sudah meletus dari
pesan yang masuk di ponselnya. Langsung saya mengirim sms kepada ibu yang di
Kediri dan bertanya apa Kelud sudah meletus. Lalu jawaban saya terima, “jeg
ngeden”, (masih mengejan-red) *gek yo opo enek -_- . Karena saya mungkin sudah masuk ke dalam
golongan makhluk nokturnal seperti kelelawar, jadilah malam itu saya belum
tidur juga sampai kira – kira hampir pukul 23.00 WIB. Sebenarnya saya sudah
sempat tertidur beberapa detik di samping laptop yang masih menyala. Lalu terbangun
karena bunyi nyaring ponsel yang menandakan sebuah pesan masuk. Dari adik saya,
isinya “kelud mbledos” *gek yo opo – opoan arek iki. Ngasih kabar sebuah gunung
meletus seperti ngasih kabar kucing kami beranak -_- . Saya saja yang membaca
pesan itu tidak panik sedikit pun, dan memasang tampang datar. Benar – benar tidak
ekspresif anak ini, payah -_- .
Ya karena saya pikir memang sudah
waktunya meletus setelah 2007 lalu gagal meletus sempurna dan malah mempunyai
anak yang menyumbat kawahnya. Hebat sekali Kelud ini, kehamilannya mencapai
kurang lebih tujuh tahun. Tergolong partus
serotinus ini (kehamilan lebih dari 40 minggu). Ckckckck. *efek belajar
obstetri dan askeb serta sering mendengarkan dokter pengampu obstetri dan dosen
pengampu askeb -_- . Tak lama setelah itu saya merasakan dan mendengar beberapa
ledakan beruntun yang sanggup menggetarkan kaca jendela kamar saya. Saya
langsung keluar kamar dan mencium bau menyengat seperti bau parit, entah bau
belerang atau apa lah itu. Ternyata beberapa mbak penghuni kos di lantai dua masih
terjaga. Tentu saja kami langsung berdiskusi (lebih tepatnya menebak – nebak dan
sok tahu tentang apa yang sudah terjadi). Gara – gara mbak Lena, salah satu
mbak kos saya, dia mendapat sms dari pacarnya kalau ledakan itu berasal dari sebuah
bom yang meledak di Kartasura. Dan kami semua mempercayai itu. Saya sampai
mengabari orang rumah kalau di sini juga ada bom teroris #GagalPaham -_______-
. Baru percaya kalau ledakan itu berasal dari Kelud setelah membuka facebook
Kota Solo dan melihat berita di TV. Awalnya sempat tidak percaya karena jarak
Kediri – Solo hampir 100 km. Masa iya ledakan dan bau belerangnya sampai Solo. Perlu
sepersekian detik untuk mulai panik dan rempong menghubungi orang rumah. Waktu bicara
dengan ibu di telepon, suaranya tidak jelas dan berisik sekali. Antara suara
orang teriak – teriak tidak jelas dan suara batu yang berjatuhan di atap. Jarak
rumah dengan Gunung Kelud memang lumayan dekat, sekitar 20 km. Terus memantau
facebook, TV, ponsel, dan saling melempar
komentar dengan teman – teman di berbagai belahan dunia :o . Ternyata
Yogyakarta juga mendengar ledakan yang sama. Sampai kira – kira pukul 02.00 WIB
saya masih belum tidur karena khawatir dengan keluarga di Kediri.
Besok paginya, agak melongo
karena suara nyaring Kyky, teman kos yang dari Kediri juga, mengatakan kalau
hujan abu. Lha ini beneran abu dari Kelud? Jauh amat sampai sini. Jangan –
jangan dari Merapi seperti kemarin. Dan ternyata benar, halaman kos penuh
tertutup salju abu dan masih terlihat rintiknya yang lebat. Langsung mikir,
kalau di sini seperti ini, bagaimana Kediri???? ;( . Hari itu sontak Kelud dan
Kediri langsung menjadi sorotan nasional. UNS dan UGM sampai libur karena hujan
abu cukup deras. Beberapa jadwal saya hari itu juga terpaksa gagal terlaksana. Hari
itu hanya memakai masker dan menonton TV memantau keadaan Kediri. Jadi pengen
pulang ;( . Tapi alhamdulillah, kabar dari keluarga mereka tidak sampai
mengungsi walau keadaan rumah sangat amburadul.
Yang membuat saya sedikit
terhibur adalah mulai malam itu (13 Februari 2014) sampai beberapa hari
kemudian ponsel saya banyak sekali pesan masuk yang menanyakan keadaan keluarga
saya. Mulai dari kakak tingkat, teman – teman satu angkatan, teman – teman dari
HIMADAN FK UNS, teman – teman dari BEM Fakultas Kedokteran UNS (sampai jadi
jarkom kabinet katanya, untuk mensupport saya). Ternyata banyak yang ingat
kalau saya berasal dari Kediri. Hhehehe. Terimakasih semuanya, semoga Allah
membalas dengan kebaikan yang lebih dari ini semua. Teman – teman BEM FK UNS
juga sempat turun ke jalan untuk bagi – bagi masker gratis sambil menggalang
dana untuk bencana ini. Uang hasil penggalangan dana yang cukup lumayan itu
dititipkan ke PMPA (Perkumpulan Mahasiswa Pecinta Alam) Vagus FK UNS untuk
disalurkan secara langsung ke lokasi pengungsian bersamaan dengan tim bantuan
medis mereka.
Ya, semoga ini memang kehendak
dari-Nya yang kemudian nanti akan membawa berkah dan tidak membuat derita yang
berkepanjangan. Aamiin J
“Pada hari bumi dan gunung – gunung
bergoncangan, dan menjadilah gunung – gunung itu tumpukan – tumpukan pasir yang
beterbangan” (Al Muzzammil : 14)
“Dan Kami
bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada
orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba
mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada
kebenaran)” (Al A’raaf : 168)
huhu :'(
BalasHapusrumahku ambruk tau mbak
iya to Nduk? :o . sabar ya... smg nti dganti dg yg lbih baik dr Allah. aamiin...
BalasHapus