Jumat, 09 November 2012

Seandainya Seharusnya



Sampai saat ini perasaan bersalah masih menyelimuti saya. Perasaan itu terutama kepada tertuju kepada Indry. Apalagi setelah mengetahui ternyata kegalauannya beberapa hari ini adalah tentang itu juga ternyata. Saya memang mudah sekali terbebani dengan hal yang kadang dianggap orang lain sepele. Saya selalu merasa terbebani ketika bekerjasama dalam menempuh suatu tujuan. Bukan berarti saya tidak mau membantu, justru saya sangat senang bila dapat membantu. Konotasi terbebani di sini maksudnya adalah pikiran saya yang saya tuntut untuk bisa membuat orang tersebut bahagia, dan (mungkin) berpikir tidak salah untuk mengajak saya mencapai tujuannya. Entah lah, saya yang aneh dengan mind-set saya atau memang Allah sengaja telah menciptakan konduktivitas ribuan neuron dalam tubuh saya mengirim impuls tidak biasa seperti itu melalui dendrit sampai neurit.
Saya sendiri sudah sangat biasa mengalami kekalahan. Saraf olfaktori saya sudah terbiasa menghirup aroma serupa. Seperti kata teman saya Ivan bahwa hanya ada dua kemungkinan ketika kita mengikutsertakan diri dalam event seperti itu, kalah atau menang. Dan kita harus siap menerimanya, entah tangis kecewa atau bahagia. Sudah pernah saya katakan bahwa melihat orang lain tertawa itu lebih melegakan daripada tertawa sendiri. Terlepas dari statusnya sebagai salah satu sahabat saya. Kalau pun dia baru saja menjadi teman saya, hal yang sama tetap saya lakukan. Saya mengerti dia kecewa, saya tahu harapannya sangat besar kali ini. Saya tahu dia beanr-benar ingin berangkat. That’s the last chance for her, for me, for us. Bahkan sebelumnya saya tidak tega jika melihat semangatnya yang begitu tinggi. Mengetahui alibi dibalik itu semua semakin membuat dada saya sesak. Percakapan – percakapan kami sebelumnya masih terekam dalam lokus bank ingatan di cerebrum saya. Saya sama sekali tidak memikirkan diri saya sendiri. Karena konsep yang dijelaskan Ivan itu saya sudah mengerti dari dulu. Ditambah saya sudah berkali-kali mengecapnya dalam berbagai kesempatan.
Jika berniat mencari kesalahan, mungkin lebih tepat jika saya yang dijadikan terdakwa. Seharusnya hari ini kami berangkat…
Seandainya saya bisa mengulang kembali kesempatan itu…. Seandainya… seandainya…. Pasti….
Ahh.. seharusnya saya ingat, Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam melarang kita mengucapkan “Seandainya demikian maka demikian” karena ucapan itu akan membuka celah munculnya tidak mau menerima kenyataan. Oleh karenanya Nabi memerintahkan kita untuk berkata, “QaddarAllohu wa maa syaa’a fa’ala”. Biarlah terjadi karena memang itulah yang sudah ditakdirkan Alloh. Tiada gunanya mengeluh dan berandai-andai.
Tapi tetap saja saya ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada salah satu suara yang sudah familiar menggetarkan membran timpani saya, yang sosoknya selalu saya temukan menembus retina, merangsang saraf opticus dan diinterpretasikan di lobus occipital saya itu.
Dan tidak lupa saya sampaikan ucapan terimkasih kepada Zuhrufi dan Lisa yang secara tidak langsung mewakili kami untuk melanjutkan perjalanan. Good luck :). Oya, hampir lupa berterimkasih sama Heni.Terimakasih atas perjuangannya waktu itu. Hhehe :)

2 komentar:

  1. "It may be that you dislike a thing which is good for you and that you like a thing which is bad for you. Allah knows but you do not know." Qur'an 2:216

    I always remember this ayat. Melegakanku. Just like mas Muhammad Assad said :D

    BalasHapus
  2. Yah, sebenarnya sama kayak aku yang kehilangan kesempatan buat pergi ke __ waktu olimpiade dulu... Tapi, tetep semangat yah!!!

    BalasHapus