Penulis :
Ahmad Tohari
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan
: I – Januari 2007
Tebal
: 220 hlm
ISBN : 909-22-2581-1
Adalah
Kabul, seorang Insinyur berusia 30 tahun yang didaulat sebagai Kepala Pelaksana
proyek pembangunan jembatan Sungai Cibawor. Menangani proyek ini ternyata
membuatnya berperang dengan idealismenya selama ini. Kenyataan di lapangan
membuatnya berang dan berada di antara dua pilihan yang sangat sulit. Di satu
sisi Kabul tidak bisa mentolerir realita di hadapannya, yaitu ternyata proyek
yang dipegangnya sarat akan korupsi dan manipulasi. Kabul harus memendam emosi
karena banyak yang tidak sesuai dengan suara hatinya. Ilmu yang didapatnya semasa
kuliah sangat bertolak dengan apa yang dilakukannya saat ini.
Kabul sangat
menentang jika ilmu teknik bangunan yang didapatnya selama ini diselewengkan
demi kepentingan pribadi para penguasa setempat. Parahnya, Kabul tidak hanya
menghadapi satu kelompok penguasa saja, tapi beberapa penguasa sekaligus yang
menjadikan proyek ini sebagai “proyek” mereka. Pembangunan
jembatan Sungai Cibawor berlandaskan kepentingan Partai GLM (Golongan Lestari
Menang). Kabul didesak agar segera merampungkan proyek agar bisa diresmikan
saat HUT GLM. Padahal Kabul sadar betul bahwa bahan – bahan yang digunakan
mutunya rendah. Sebagai Kepala Pelaksana proyek, Kabul harus memutar otak mengelola
anggaran yang sudah banyak digerogoti di sana sini. Batin Kabul berperang
antara memenangkan idealismenya atau berkompromi dengan segala penyimpangan
itu. Kabul yang mantan aktivis kampus itu pada puncaknya mengundurkan diri dari
proyek pada saat proyek hampir mencapai puncaknya.
Tidak hanya Kabul yang ditampilkan, tetapi juga orang – orang
kecil yang mengais rezeki dalam proyek itu. Ada Mak Sumeh, pemilik warung nasi
di dekat proyek, Tante Ana, banci yang selalu menghibur para kuli proyek, dan
juga para kuli proyek. Ada juga orang seperti Basar, Kepala Desa yang dulunya
juga teman Kabul sesama aktivis kampus. Basar sebenarnya sama seperti Kabul,
kenyataan yang dihadapinya bertolak dengan idealismenya selama ini. Dalkijo,
pimpinan proyek yang sangat benci dengan kemelaratan dan memang sengaja
menggunakan proyek pembangunan jembatan Sungai Cibawor ini sebagai “proyek”nya.
Dalkijo juga mengatakan pemilik proyek adalah dua nama satu identitas, yaitu
GLM dan pemerintah. Juga ada Wati, putri anggota DPRD yang bekerja sebagai
sekretaris Kabul yang diam – diam memendam cinta pada Kabul, dan di akhir cerita
mereka menikah. Hanya satu tahun setelah pembangunan Kabul harus menyaksikan
proyek yang pernah dipimpinnya walaupun tidak sampai selesai itu mengalami
kerusakan seperti perkiraannya dulu. Rasa kecewa,marah,dan malu tidak bisa
dihindarkan. Malu karena orang pasti tahu bahwa dia lah yang dulu memimpin
proyek itu, walaupun tidak sampai selesai.
Di akhir cerita Ahmad Tohari
menyertakan anekdot tentang orang – orang proyek, “Dan ada cerita humor
yang sangat populer tentang orang-orang proyek. Suatu saat di akhirat, penghuni
neraka dan penghuni surga ingin saling kunjung. Maka penghuni kedua tempt itu
sepakat membuat jembatan yang akan menghubungkan wilayah neraka dan wilayah
surga. Bagian jembatan di wilayah neraka akan dibangun oleh orang neraka dan sebaliknya.
Ternyata penghuni neraka lebih cepat menyelesaikan pekerjaannya darpada para
penghuni surga. Dan ketika dicari sebabnya, ditemukan kenyataan di antara para
penghuni neraka banyak mantan orang proyek”.
Bercermin dari karya
Ahmad Tohari tersebut, begitulah kenyataan yang terjadi di negeri ini.
begitulah yang terjadi pada kebanyakan proyek di tanah air. Sarat manipulasi
dan korupsi. Anggaran dana banyak diselewengkan. Bahan yang seharusnya
digunakan adalah mutu kelas satu sesuai anggaran, tapi kenyataannya bahan kelas
dua dan kelas tiga yang dipakai. Jadi tidak mengherankan ketika banyak bangunan
proyek seperti jembatan, pasar inpres, sekolah dasar, dan terminal hanya
bertahan dua tahun. Belum lagi permintaan dari para penguasa yang tanpa malu
meminta jatah. Setting cerita adalah tahun 1990-an (masa orde baru), maka kita
tahu siapa sebeanrnya yang disindir Ahmad Tohari dalam Orang – Orang Proyek
ini.
Walaupun tidak sehebat masterpiece-nya,Ronggeng
Dukuh Paruk, Orang – Orang Proyek tetap mempunyai nilai tambah tersendiri.
Ahmad Tohari tetap memperlihatkan keberpihakannya kepada rakyat kecil serta
sikap kritis terhadap para penguasa yang semena – mena. Di sini Ahmad Tohari
menjelma dalam diri Kabul yang menunjukkan kekritisannya. Seharusnya begitulah
para sastrawan, wajib senantiasa kritis agar dapat menyampaikan kebenaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar