Dapat
inspirasi ini tadi malam waktu di kelas LBB, dari tentor kimia saya. Di
sela-sela materi Mbak Mirna (nama tentor kimia saya) menyisipkan sedikit cerita
motivasi. Ya mungkin mbaknya tahu sebagian dari kita dari tadi volatil alias
menguap terus, termasuk saya *hhehe. Waktu Mbak Mirna menghadiri pertemuan di
sekolah anaknya yang masih PAUD, beliau mendapat pelajaran yang berharga. Jadi
di Jepang ada seorang profesor yang meneliti tentang air. Nah, dalam
penelitiannya profesor tersebut menemukan bahwa air yang tenang jika
diperdengarkan musik yang keras seperti rock, molekul-molekulnya akan pecah
tidak beraturan. Dan hasil yang berbeda ditunjukkan ketika diperdengarkan musik
yang lembut seperti musik klasik, molekul-molekulnya membentuk ritme yang indah
dan beraturan. Perlakuan terhadap air tersebut diganti dengan memperdengarkan
kata-kata negatif kepada air tersebut, dan hasilnya menunjukkan molekul-molekul
air tersebut pecah tidak beraturan lagi. Dan ketika profesor tersebut
membacakan doa, hasil yang sebaliknya ditunjukkan oleh molekul-molekul
tersebut.
Sekitar 80% tubuh kita terdiri
dari air. Jadi kira-kira yang terjadi dalam tubuh manusia kurang lebih seperti
molekul-molekul air tersebut. Jika anak sedari kecil sudah dimasuki kata-kata
negatif seperti : “jangan!”, “tidak boleh”,”tidak bisa”, dan sederet kata-kata
negatif lain maka bisa dibayangkan bahwa molekul-molekul air dalam tubuh si
anak akan pecah tidak beraturan. Namun menurut saya pribadi itu tidak terjadi
pada anak saja, karena dari kecil sampai tua, bahkan ketika meninggal struktur
penyusun tubuh manusia juga masih terdapat air. Jadi tidak peduli anak saja,
jika kita membisikkan kata-kata negatif tentu akan berdampak pada keyakinan
kita untuk dapat melakukan sesuatu. Kita sebagai orang tua (Eh, kita? Lo aja
kali, gue belum. :p) terkadang hanya menyisihkan waktu, bukan memberi waktu
untuk anak. Jika mereka merasa kesal karena tidak dapat melakukan sesuatu lalu
mereka menangis, siapa yang kesal? Tentu orang tua, dan biasanya akan muncul
kalimat-kalimat negatif untuk si anak. Padahal bisa saja kita mencari apa
penyebab si anak kesal. Begitu pula ketika seorang anak mencoba menalar sesuatu
seperti menyusun gelas berisi air di ruang tamu, tentu orang tua akan berpikir
anak tersebut membuat isi rumah kotor dan becek. Padahal di balik itu dia
sedang belajar menalar ukuran, misalnya gelas berisi air paling banyak untuk
ayahnya, lebih sedikit untuk ibunya, lebih sedikit lagi untuk dirinya.
Dan ini adalah kisah lain dari
penanaman orang tua terhadap anak. Ada seorang siswi SMP yang akan mengikuti
ujian nasional, dia bukan termasuk anak yang tidak pintar, dia sudah berusaha
dengan kemampuannya sendiri. Saat ujian dengan mata pelajaran matematika
ternyata dia tidak bisa mengerjakan dengan baik. Waktu sudah hampir habis dan
kertas jawabannya masih banyak yang belum terisi. Banyak teman yang menawarkan
bantuan dengan memberikan jawaban kepadanya. Namun semua bantuan ditolak dengan
lembut. Keluar dari ruangan ujian dia malah merasa amat lega meski tidak
berhasil menyelesaikan ujian hari itu dengan baik. Dia merasa lega karena
merasa telah melakukan sesuatu yang benar dengan tidak menerima bantuan
teman-temannya saat ujian. Waktu pengumuman ujian tiba, hampir semua mata
pelajaran dia mendapat nilai bagus kecuali satu, matematika. Karena satu itulah
dia harus menerima ketidaklulusannya. Menakjubkannya, dia sama sekali tidak
minder atau merasa bersedih dan menyesal. Dia tetap datang ke sekolah dan
memberi ucapan selamat kepada teman-temannya yang lulus dengan tulus. Bahkan
banyak temannya yang menangis melihat dia masih berani datang dan mengucap
selamat kepada mereka. Orang tuanya juga tidak menyalahkan dia atas
ketidaklulusannya kali itu, sebab dalam keluarganya sudah ditanamkan nilai
kejujuran sejak dini. Karena tidak lulus, otomatis dia akan pindah sekolah.
Sewaktu berpamitan dengan kepala sekolah, kepala sekolah berkata kepada ayah
dan ibu anak tersebut, “Tolong jaga malaikat kecil saya”. Wew… so sweet..
*mongopo se -_-. Ehm… sebuah kisah yang inspirasional, kalau saya yang menjadi
anak tersebut belum tentu saya sekuat dia mempertahakan idealismenya. Mungkin
saya akan terima saja bantuan teman-teman saya karena ini menyangkut lulus
tidaknya saya, sebagian masa depan saya *hhehe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar