Stasiun malam itu begitu dingin.
Kereta terakhir akan membawanya pergi dari hadapanku.
“Din, senyum dong, masa dari tadi
tegang begitu wajahnya. Cantikmu hilang kalau begitu terus.”
Sedikit memaksakan diri aku
mencoba tersenyum untuknya.
Ia meraih kedua tanganku dan
menatapku dalam.
“Din, aku janji kali ini akan
cepat pulang. Ini tugas terakhirku. Setelah itu aku bisa tetap tinggal di sini
menemanimu.”
Entah mengapa aku masih berat
untuk melepasnya pergi.
Rinai hujan mulai datang. Air
dari langit itu jatuh mengobati haus kerinduan tanah akan hadirnya.
Kapan kamu pulang? Aku sudah
bosan menikmati rinai ini sendiri. Aku rindu ketika tanganmu merengkuhku dari
belakang untuk melawan dingin ini. Aku rindu semua cerita yang terangkai di
saat-saat seperti ini. Dan ada hal penting yang perlu kamu ketahui. Aku ingin
menunjukkan ini kepadamu. Kamu pasti sangat bahagia melihat ini. Sebuah test
pack dengan hasil positif.
Aku sudah tidak sabar menyambut
hari ini. Hari ini adalah hari kepulanganmu. Langit mulai mendung, sepertinya
akan hujan. Aku berdoa agar hujan kali ini tidak deras. Kasihan kamu jika harus
pulang dalam keadaan basah kuyup. Berkali – kali aku melihat jam tangan
pemberianmu yang melingkar di pergelangan tangan kiri. Kenapa lama sekali.
Rasanya waktu sengaja berjalan lambat agar aku tak lekas bertemu denganmu.
Hampir saja aku melompat dari kursi begitu mendengar pintu diketuk. Dengan
memasang senyum bahagia aku berlari menuju pintu. Akhirnya kamu pulang…
Aku kembali menikmati rinai ini
sendiri. Aku menatap nanar tetesan air yang jatuh dari langit lalu melesap ke
tanah. Aku mengusap perutku yang mulai membesar. Aku merasakan tendangan kecil
darinya. “Nak, bunda minta maaf karena belum bisa memberitahu ayah akan
kehadiranmu. Tapi bunda yakin malaikat sudah memberitahu ayah kalau kamu nanti
yang akan menjaga bunda.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar