Perasaan saya sedang tidak baik
hari ini. Dan seperti yang sudah-sudah jika saya kepikiran sesuatu pasti akan
berimbas pada kesehatan saya. Psikosomatis saya pasti bereaksi dan yang
diserang pasti perut, karena kebetulan saya mempunyai maag. Hari saya sedang
sedih. :( . Berawal dari Rabu (13/3) kemarin saya menemukan dua ekor burung di
dekat lapangan belakang sekolah. Bukan menemukan sih sebenarnya, tapi
diberitahu oleh Ivan yang sebelumnya latihan nasyid dengan teman-teman yang
lain di kantin belakang. Setelah diberitahu bahwa ada dua ekor burung yang
jatuh dari sarangnya saya bergegas ke tempat yang dimaksud. Ternyata sarangnya
sudah dikerubuti semut dan anak-anak burung di dalamnya juga sudah mati. Tak
jauh dari sarang yang jatuh itu ternyata ada dua ekor yang selamat. Dua anak
burung itu saya tempatkan pada sebuah kotak dan saya beri koran dan tisu agar
tidak kedinginan. Saya sudah berniat akan merawatnya sampai kuat untuk terbang.
Awalnya saya memberi nama mereka Ivan dan Indri *hhehe. Sorry Bro n Sis :D. Teman-teman di asrama
memberi nama Habibi dan Romlah. Salah satu teman juga sempat memberi nama Kikik
dan Kukuk. Mereka berdua tumbuh sehat dan lucu. Jika lapar mereka selalu
membuka mulut lebar-lebar. Habibi malah sudah bisa sedikit terbang. Romlah
ternyata salah satu kakinya tidak berfungsi, jadi dia tidak banyak bergerak
seperti Habibi.
Hari Sabtu saatnya saya harus
pulang ke rumah. Dan tentu saya membawa mereka berdua. Saya sempat mampir ke
rumah nenek dan kakek saya karena hujan lebat disertai angin dalam perjalanan
pulang. Di rumah kakek dan nenek itu saya sempat bergelut dengan kucing karena
Habibi dan Romlah akan diterkam. Alhamdulillah saya berhasil mencegahnya.
Sampai di rumah saya lebih berhati-hati karena ada dua ekor kucing di sini yang
siap menerkam sewaktu-waktu. Kata ibu mereka adalah burung emprit (entah apa
nama Indonesianya). Menurut ibuk juga Hari Jumat dan Sabtu itu saatnya mereka
bisa terbang. Sebab ibu sering memperhatikan burung-burung seperti itu di
pohon mangga depan rumah. Sabtu sore setelah saya beri makan dan minum mereka
tidur nyenyak sampai besok. Minggu pagi saya takziah ke guru saya, Pak Yahya.
Saya meninggalkan mereka dalam keadaan belum makan. Sampai siang saya baru
pulang. Kata adik dia sempat memberi makan, tapi tinggal satu ekor. Saya
langsung masuk kamar dan mencari yang satunya. Akhirnya saya menemukan Habibi
di kolong tempat tidur dalam keadaan lemas dan tubuhnya dingin. Saya beri dia
minum, tapi dia malah menggelepar dan tidak bergerak lagi. Kaku. Habibi mati di
tangan saya. Saya sedih sekali. Merasa bersalah mengapa tidak cepat-cepat
pulang tadi. Ini semua salah saya :( .
Ingatan-ingatan masa kecil seperti ini menyeruak. Iva kecil paling tidak bisa melihat binatang mati. Pasti nangis. Kalau ada binatang terlantar pasti dibawa pulang. Tangis tak bisa dibendung. Kemungkinan
Habibi keluar dari tempatnya dan dia kedinginan di lantai sehingga akhirnya
mati seperti ini.
Sekarang Romlah sendiri. Sekarang
Kikik sendiri. Tidak ada yang menariknya untuk belajar terbang lagi. Tidak ada
kawan bermain. Tidak ada lagi yang mematuki paruhnya. Saya janji akan
merawatnya. Sampai dia benar-benar bisa terbang. Mungkin memang sudah waktunya
Habibi pergi. Mungkin memang itu yang terbaik menurutNya. Terima kasih Allah,
telah mengizinkan saya merawatnya beberapa hari ini. Maafkan saya yang tidak
becus dalam merawat makhlukMu ini. Selamat jalan Bi, salam buat Pak Yahya di
sana.
ini mereka....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar